Membaca buku adalah hal yang sederhana, namun tahukah Anda hal itu masih sangat amat jarang dilakukan orang orang Indonesia?
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, H.R Agung Laksono (Tempo.co, 12 Januari 2012), dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang punya minat baca. Artinya persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01%.
Pada tahun 2007, International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEEA) mengumumkan hasil survei tentang melek aksara siswa usia 9-14 tahun di 41 negara. Berdasarkan hasil survei itu Indonesia menduduki peringkat ke 40 dan dikategorikan sebagai negara selatan atau negara belum maju sama seperti Afrika Selatan dan Selandia Baru.
Kompas, pernah melakukan survei minat baca di daerah Jawa Tengah dengan sampel masyarakat Semarang, Solo, Purwokerto, dan Tegal, menunjukkan 20,3% responden melewatkan waktu kosongnya tanpa membaca apa pun, 77,53% responden membaca non-buku, 67,17% responden tidak pernah mengunjungi perpustakaan, dan 58,21% responden tidak pernah menganggarkan gajinya untuk membeli buku.
Saya melihat penyebab di atas dikarenakan membaca masih belum diprioritaskan dalam kehidupan kita. Saya mulai belajar suka membaca saat kuliah, itu pun karena saya berada di lingkungan yang tepat. Kalau tidak, saya yakin sampai sekarang saya masih tidak mengerti arti “buku adalah jendela dunia”.
Ketika saya sekolah dulu, sangat sedikit program membaca. Saya bahkan bisa menghitung dengan jari berapa kali saya masuk ke perpustakan selama 12 tahun sekolah. Buku-buku yang tersedia juga sudah jelek dan tidak menarik. Saya masih beruntung karena sekolah saya punya perpustakaan meski seadanya.
Dari hasil survei, 200.000 SD hanya 10% yang punya perpustakaan. Hanya 36% dari seluruh SMP di Indonesia yang punya perpustakaan. Untuk SLTA hanya 54% yang punya perpustakaan berkualitas standar. Dari 4000 Perguruan Tinggi di Indonesia, hanya 60% yang memenuhi standar.
Ini data yang sangat memprihatikan. Padahal minat baca dapat mempercepat kemajuan suatu bangsa. Tidak ada negara yang maju tanpa buku. Lihat saja tetangga kita, menurut Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Indroyono Soesilo, tingkat membaca masyarakat Singapura mencapai angka 55%. Jadi jangan heran jika Singapura bisa menjadi negara yang sangat maju seperti sekarang.
Pemerintah punya PR besar dalam membangun infrastruktur pendidikan di Indonesia. Selain itu kita sebagai masyarakat juga harus punya kesadaran dalam membangun minat membaca ini.
Ketika memberikan konsultasi melalui bimbingan online di Bacakilat.com, banyak orangtua yang bertanya kepada saya, bagaimana membuat anak suka membaca?
Jawaban saya sederhana, buatlah lingkungan membaca di rumah. Apakah bapak atau ibu suka membaca? Jika tidak, maka sangat sulit mengajak anak Anda gemar membaca.
Jika iya, belum ada jaminan anak akan suka membaca. Orangtua masih harus memberikan arahan, membangun kesadaran, mendekatkan anak dengan buku bacaan hingga membaca menjadi bagian dari hidup anak.
Buat kita anak muda, mari bangun generasi membaca yang kuat dan berkualitas jangan cuma baca timeline facebook atau twitter saja. Ayo kita biasakan diri membaca minimal 1 hari 1 bab saja.
Sebagai penutup, saya mengutip visi dari Bacakilat yang dibuat oleh pak Agus Setiawan: “Mari Bangun Indonesia Dengan Membaca!”